Setiap weekend ia selalu mangkal di tempat wisata Waetuo, syukur kalau ada turis yang datang biasanya dengan nekad ia akan menjadi guide dadakan. Hari minggu lalu ia sedang beruntun sepasang suami istri dari Irlandia datang ke Jampue untuk berjemur di Pantai.
Munir menemani mereka sambil sesekali menerangkan hal-ha mengenai tempat tersebut tetapi rupanya kedua orang tersebut bisa berbahasa Indonesia meskipun sesekali dicampur bahasa Inggris dengan aksen Irlandia yang kental. Sepulang dari pantai iapun menemani mereka berjalan untuk mencari microlet , sang istri bertanya “Bagaimana perasaan kamu tinggal di Negeri ini. Munir menjawab dengan asal “ Its too difficult live in this country, no work, no money, and so many problems”,. Di depan pasar tiba-tiba munir menendang sebatang bunga matahari, sampai bunga itu patah. “ Why do you do like that. Ujar sang istri dengan heran“.” Take it easy, it’s only wild flowers”. Kata Munir lagi dengan santai.
Sang suami yang dari tadi diam, tiba-tiba ikut menimpali “anda orang yang… aneh, saya kira, tadi anda bilang susah tinggal di negeri ini, padahal negeri ini bagaikan surga, yes it’s like heaven, belajarlah untuk menghargai negeri sendiri, mengenai bunga itu anda bilang cuma bunga liar, padahal itu bunga yang sangat indah, bayangkan bila anda tinggal di Negara kami, setiap musim dingin hanya tinggal dirumah, di depan perapian, salju dimana-mana dan orang – orang tua cuma bisa memandangi pojok rumah tua yang catnya mulai memudar, dengan warna buram atau kelabu, hmm alangkah sedihnya , lihatlah negeri anda hijau, matahari bersinar sepanjang tahun , tanah penuh dengan hasil bumi. Seharusnya anda gembira tinggal di negeri ini. Munir terdiiam, takjub bercampur malu , alangkah pekanya orang luar negeri dengan lingkungan dan alangkah picik pola pikirnya. Ia merasa dirinya adalah orang yang tidak tahu bersyukur.