Sampai sekarang hati saya masih sakit, bahkan mungkin takkan hilang sampai kapanpun. meski itu sudah 15 tahun yang lalu , tetapi syukurlah phobiaku dengan cerpen,novel dan puisi telah hilang. Dulu sekali aku pernah membenci segala hal yang bersifat fiksi entah itu cerpen, puisi, novel atau karya sastra lainnya. Terima kasih setulus hati untuk mbak Fanny orang yang membawa saya kembali ke Cerpen
Aku mengenal Iva Junaedi gadis blasteran Indonesia Cina dari tulisan cerpennya yang selalu setia menghiasi Koran kampus UMPAR tahun 1994. Dia adalah gadis idola dengan fisik yang nyaris sempurna dan otak yang super smart dengan IPK cum laude ditambah lagi dengan kemampuan menulis cerpen cinta yang begitu romantis, maka tidak heran dia menjadi impian semua mahasiswa cowok kala itu.
Akupun termasuk salah satu pengagummya, tetapi cuma pengagum tak pernah ada keberanian secuilpun, bahkan untuk sekedar menyapanya, dia terlampau tinggi untuk dijangkau. Sampai pada suatu hari kejadian yang masih terekam jelas di otakku telah merubah jalan hidupku. Koran kampus mendapat bantuan komputer 1 unit, mesin ketik yang selama ini dipakai oleh Iva telah berganti pemilik kepada Isti sang bendahara yang juga sahabat karibku. Komputer itu processornya intel Pentium 286, hardisk 16 MB dan memori 1 MB , wah jadul banget nih.
Karena komputer build up semua softwarenya asli termasuk program pengolah katanya Wordstar, inilah yang menjadi masalah karena Iva tidak menguasai program itu, dia hanya menguasai chi writer program pengolah kata lainnya, dan Dekan FKIP sudah mewanti-wanti agar program dari kompi itu jangan diutak –atik.
Jadilah Isti sibuk mencari siapa mahasiswa yang menguasai program Wordstar. Setelah bermandi keringat mengubek UMPAR akhirnya ia datang menemuiku. “ Hei Nir, seandainya aku ingat kamu dari tadi pasti deh saya nggak secapek ini”. Emangnya ada apa Ti, lagian sahabat sendiri dilupakan, terlalu kamu”. “Gini, biang cerpen kita si Iva perlu orang untuk membimbing dia mengoperasikan program Wordstar, ternyata jarang banget orang yang ngerti Wordstar semuanya pada make Chi writer, kamu pasti bisa deh, kamu kan instruktur komputer di Handayani”. “Kebetulan saya bisa Ti , tapi nggak ah, aku pasti grogi kalau harus membimbing dia, lagian apa mau di bergaul dengar orang biasa seperti aku”. “, Kamu salah Nir, dia itu tidak membeda-bedakan, setiap orang yang ingin berteman dengannya pasti diterima dengan tangan terbuka”. “Oke, Istidari kapan saya bisa bertemu dengannya”. Ucapku dengan penuh kgembiraan.“Kapan saja kamu siap, Munir Ardi”.
Esoknya dengan memberanikan diri kulangkahkan kakiku menuju markas redaksi Idealisme , Koran kampusku, didalam ruang redaksi telah menunggu Iva dan Isti. “Iva, ini teman yang telah saya ceritakan , ia akan membimbing kamu sampai menguasai program wordstar”. Dengan sedikit kikuk kuulurkan tanganku “Munir ardi”. “Iva Junaedi”. Iya menjabat tanganku dengan hangat.
Sejak hari itu kami sering bersama, mulanya hanya jika aku membimbingnya menjalankan program wordstar, tetapi beberapa hari kemudian kebersamaan kami semakin intens bahkan di luar kampuspun kami sering jalan bersama dan entah dimulai darimana tiba-tiba muncul perasaan suka di antara kami. Awalnya seribu ragu datang menghadang, tetapi ketika ia pun menampakkan sinyal rasa suka terhadapku, akhirnya aku mendobrak segala halangan, entah itu cemohan para pesaingku, mahasiswa cowok lain yang klepak-klepek memburu cinta Iva atau juga nasehat Isti yang menyarangkan agar kami bersahabat saja selamanya. Hari itu tanggal 22 Nopember 1994 aku utarakan perasaanku padanya “ Iva aku sayang kamu dan ingin kamu mengisi hari-hariku selamanya”. Meski hanya dijawab dengan sebuah senyuman manis, saya tahu ia juga suka padaku . Jadilah hari-hariku penuh dengan romansa antara kami berdua, walau kami digelari beauty and the beast bahkan yang paling kejam ada yang ngomong “wah pake pelet apa tuh si Munir sampai bisa merebut hati Iva”.
Ternyata jalan dengan dia betul-betul butuh kesabaran, ia adalah anak tunggal yang dibalik segala keunggulannya ternyata dia adalah anak mami yang diproteksi dengan berlebihan oleh kedua orang tuanya, tambahan sifatnya possesif banget dan yang paling hebat berjubel orang yang ingin menjadi pengganti kedudukan saya. Mulanya tidak seorangpun yang dihiraukan oleh Iva sampai kedatangan seorang mahasiswa pindahan dari UGM Yogya. Idrus dialah yang menjadi malapetaka diantara hubungan kami berdua. Idrus adalah manusia yang komplit, kaya, otak encer serta punya wajah yang berwibawa dan satu kehebatannya yakni, berorasi membuat orang terkagum-kagum, tidak heran kalau dia terpilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa.
Sejak berkenalan dengan Idrus sikap Iva menjadi lain, perhatiannya mulai berkurang dan puncaknya ketika dia menjadi Wakil Ketua Senat, mereka berdua jadi sering bersama, aku malah terabaikan, setiap kuajak untuk keluar berdua pasti ada-ada saja alasan untuk menolak, sibuk, capek, ada rapat dan segala macam alasan lainnya. Saya jadi curiga jangan-jangan hatinya telah mendua, selingkuh kalau istilah jaman sekarang.
Dugaan saya terbukti. Hari itu tanggal 22 Nopember 1995 genap satu tahun kebersamaan kami, saya datang ke gedung tempat Iva kuliah, dia sedang duduk di sebuah kursi . “ Apa kabar va, gimana kalau kita dinner malam ini sekaligus ngerayain satu tahun kebersamaan kita”. “Maaf Nir, malam ini saya harus ke pesta ulang tahun bareng ortu”. Jadilah malam itu saya lalui sendiri di rumah, namun entah apa yang mendorong hati saya untuk pergi ke café surya di pantai Pare-pare. Di café itu ramai orang berdua dengan pasangannya, ketika melihat ke sudut utara café , bumi seakan berputar, penglihatanku kabur saat melihat Idrus sedang menggenggam tangan Iva sambil membisikkan sesuatu ditelinganya, mesra sekali. Aku tak sanggup melihat pemandangan ini lebih lama, segera kupacu motorku pulang ke rumah .
Hari berikutnya aku tidak perduli lagi dengan dunia, tidak perduli dengan keadaan, maupun nilai-nilaiku yang jeblok, hari-hariku kuhabiskan dengan tinggal dirumah. Satu bulan penuh aku tidak menginjakkan kaki di kampus, kubuka Koran-koran yang memuat cerpen-cerpen tulisan Iva semuanya tentang kesetiaan atau keindahan cinta,palsu, ternyata semua itu hanya cerpen tidak ada dalam realita. Ataukah salahku karena telah berani bermimpi muluk untuk hidup berdampingan dengan seorang putri, apakah mencintai dan berharap adalah dosa.
Sejak saat itu aku jadi benci dan phobia dengan yang namanya cerpen, roman atau novel yang kebanyakan berkisah tentang keindahan kisah cinta. Tidak itu hanya kebohongan besar, kuputuskan untuk tidak membaca cerpen seumur hidupku karena setiap membaca cerpen wajah dan senyum Iva selalu muncul di benakku.
Itu 14 tahun yang lalu sampai ketika aku menekuni dunia blogger awal bulan Juli 2009 aku menemukan blog yang penuh dengan cerpen dengan beragam tema, perenungan, motivasi, joke dan cinta, entah mengapa perasaan ketakutan dengan cerpen itu hilang lenyap entah kemana, mungkin karena waktu yang telah berlalu atau karena sekarang aku telah mempunyai teman hidup, entahlah yang jelas setelah menemukan blok mbak Fanny semangat saya seakan-seakan membuncah untuk terus menekuni dunia blogger saya rajin membongkar postingan lama Sang cerpenis untuk mencari inspirasi, dan semangat saya semakin bertambah ketika di postingan 500 nya ia memberi saya award. Ini adalah bentuk pengakuan eksistensi saya di dunia blogger, meski saya orang baru. Terima kasih dari lubuk hari saya yang paling dalam You are great women for me. (untuk istriku tercinta maafkan postingan ini, kau memiliki ruang dihati takkan tergantikan selamanya)