Salman petani desa berpenghasilan pas-pasan, kehidupannya tahun ini diperburuk dengan tidak turunnya hujan sampai bulan November kemarin, sawah kecil satu petak miliknya yang hanya mengandalkan hujan alias sawah tadah hujan, tidak bisa ditanami, praktis mereka hidup dengan mengandalkan hutang alias gali lobang tutup lobang. Istrinya hanya bisa tersenyum kecut bila setiap hari harus menanggung malu kepada semua pemilik warung didesanya, dan akhirnya tidak ada pemilik warung yang bersedia untuk memberi mereka pinjaman karena hutang yang lama sudah menumpuk dan mereka tidak punya kemampuan untuk membayar hutang itu
Senin kemarin gubuk mereka yang reot dan terletak 35 km dari kota Kecamatan , semakin sempit rasanya ketika putri semata wayang mereka Annisa sakit panas dan kejang-kejang karena kekurangan gizi. Pandangan mata Salman nanar ingin rasanya ia meminta agar langit runtuh dan menghimpit mereka agar mereka terbebas dari segala masalah di dunia ini tapi Salman segera sadar astaga pikiran apa ini, ia dididik dengan baik oleh kedua orangtuanya sejak kecil bahwa kita tidak boleh berputus asa dengan rahmat Tuhan. Salman dengan berat hati membawa anaknya ke Pustu tetapi disana ia hanya diberi vitamin dan obat panas. Fasilitas Pustu (Puskesmas Pembantu ) itu memang seadanya.
Obat dari Pustu telah habis tetapi keadaan Annisa tidaklah membaik malah tambah parah. Berita baik akhirnya datang, Fadel saudara jauh Salman datang dari Kabupaten, ia memberi bantuan uang dan berjanji akan membawa Annisa ke Rumah Sakit Kabupaten yang sudah maju serta mempunyai peralatan modern. Salman menolak dengan alasan mereka tidak punya biaya, tetapi Fadel menjelaskan bahwa sekarang ada kesehatan gratis hanya perlu mengurus keterangan tidak mampu dari Kepala Desa Setempat.
Jadilah Annisa dirawat dirumah sakit, satu dua hari Salman penuh harapan melihat putrinya berangsur-angsur membaik, kejang-kejangnya sudah hilang meski panasnya masih turun naik, tetapi apa yang hendak dikata hari ketiga cobaan datang lagi mereka harus membeli obat mahal yang katanya tidak masuk dalam jaminan. Mereka membayar 65 ribu untuk mendapatkan 15 butir obat dengan dosis 3 x 1, setelah minum obat itu panas si pasien turun dan ini membuat kedua orangtuanya gembira luar biasa, serasa hilang beban dari pundak mereka , tetapi kekejaman apa pula yang selanjutnya akan terjadi
Esok harinya perawat datang dengan membawa resep baru untuk ditebus dan yang paling aneh obat yang baru diminum 3 butir diambil kembali oleh sang perawat dengan alasan obat yang akan ditebus jauh lebih bagus kualitasnya, dan ternyata resep yang ditebus itu harganya ratusan ribu juga, demikian kejadiannya terus berulang , hari berikutnya perawat datang membawa resep lainnya dan mengambil obat yang baru diminum 3-4 butir , satu dua hari mereka masih punya uang pemberian dari Fadel tetapi pada hari ketujuh kantong mereka hampir kosong, Salman kemudian protes kenapa obat yang lama turut diambil kembali dan kenapa tiap hari obatnya diganti tanpa melihat efek dari obat tersebut terlebih dahulu, tetapi kata perawat itu kebijaksanaan yang berlaku, entah apakah benar kebijakan rumah sakit atau hanya tindakan oknum tertentu tak tahulah.
Akhirnya dengan diam-diam mereka keluar dari rumah sakit itu, sebelum keluar Salman memandang kosong ke ruangan-ruangan dirumah sakit itu yang penuh dengan peralatan modern dalam hatinya timbul pertanyaan apakah Rumah sakit ada untuk menolong masyarakat atau malah menjadi penambah penderitaan masyarakat , kemajuan dan fasilitas tanpa niat baik ternyata tidak ada gunanya.